Makalah Shalat
MAKALAH
“SHALAT”
Makalah Ini Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih dan Fiqih
Dosen Pengampu : Andi Prastowo, S.pd.I.,
M.pd.I
DISUSUN
OLEH:
ISNAINI
PUTRI ROSYIDA
15480040
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDYAH
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah ”Shalat”. Makalah ini di susun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqih dan Fiqih.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan yang telah
memberikan tugas terhadap kami. kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa
kami sebutkan satu persatu.
Penyusunan makalah ini jauh dari sempurna.
Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami sebagai penyusun, maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain pada umumnya.
Yogyakarta,
20 November 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR
ISI................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG...................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH................................................................. 1
C. TUJUAN PENULISAN................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2
1. Pengertian Sholat............................................................................... 2 2. Macam-macam Sholat........................................................................ 3 3. Ketentuan Sholat............................................................................... 8
4. Macam-macam Tata Cara Sholat....................................................... 11
5. Hikmah Sholat................................................................................... 12
BAB
III PENUTUP...................................................................................... 14
A. Kesimpulan........................................................................................ 14 B. Saran.................................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUA
A. Latar Belakang
Sering kali kita tidak mengetahui dan memahami
kewajiban kita sebagai seorang muslim yaitu shalat, atau terkadang kita
mengetahui kewajiban tersebut namun tidak memehami terhadap apa yang menjadi
kewajiban kita.
Sholat adalah suatu ibadah yang dimulai dengan
takbirotul ihrom dan diakhiri dengan salam, serta dilengkapi dengan beberapa
perbuatan dan ucapan kemudian hal-ihwal yang berhubungan dengan sholat itu,
disesuaikan dengan ketentuan yang diajarkan ataupun dicontohkan oleh Rosulillah
Saw. Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak 5 waktu dengan
jumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh
umat muslim tanpa terkecuali.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Shalat?
2. Apa sajakah macam-macamnya Shalat?
3. Apa sajakah ketentuan Shalat?
4. Bagaimanakah tata cara Shalat?
5. Apa sajakah hikmah Shalat?
C. Tujuan Penukisan
1. Menjelaskan pengertian Shalat
2. Menyebutkan macam-macam Shalat
3. Menjelaskan ketentuan Shalat
4. Menjelaskan macam-macam tata cara Shalat
5. Mengungkapkan hikmah Shalat
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shalat
Untuk memantapkan ibadah Shalat, maka
perlu diketahui terlebih dahulu pengertian shalat itu sendiri. Pengertian
Shalat secara lafzhiyah (terminology) terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an
diantaranya yaitu QS At-Taubah: 103, yang artinya: “ Dan mendoalah untuk mereka
sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteramanmu.” Berdasarkan ayat diatas
Shalat diartikan sebagai do’a atau permohonan. Dalam ayat yang lain, Shalat
juga diartikan sebagai member rahmat dan mohon ampunan, hal ini diterangkan
dalam QS Al-Ahzab: 56 yang artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya
bersholawat untuk Nabi.” Sholawat dari Allah berarti rahmat-Nya, dan sholawat
dari malaikat-Nya berarti mohon ampunan.
Menurut istilah syara’, Shalat adalah
suatu ibadah yang dimulai dengan takbirotul ihrom dan diakhiri dengan salam,
serta dilengkapi dengan beberapa perbuatan dan ucapan kemudian hal-ihwal yang
berhubungan dengan Shalat itu, disesuaikan dengan ketentuan yang diajarkan
ataupun dicontohkan oleh Rosulillah Saw. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh
beliau dalam sebuah hadist yang artinya: “Kerjakanlah sholat itu, sebagaimana
kamu melihat aku mengerjakannya.”(HR. Bukhori).[1]
Untuk memantapkan agar setiap orang
islam mengerti betul bahwa shalat itu merupakan ibadah yang sangat dituntut
oleh Allah kepada mereka untuk mengerjakannya, maka perlu dijelaskan dasar
hukumnya terlebih dahulu. Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang berhubungan
dengan Shalat, diantaranya adalah perintah untuk melaksanakan Shalat, seperti
yang diterangkan dalam QS Thaha: 14, yang artinya: “Dan diriksnlah Shalat untuk
mengingat-Ku.” Selain diterangkan dalam Al-Qur’an dasar hukum kewajiban
melaksanakan sholat juga dijelaskan dalam UU tahun 1945 Bab XI, pasal 29, ayat
2, bahwa: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
B.
Macam-macam Shalat
1. Shalat fardu
Shalat
menempati bagian yang amat penting dalam kehidupan seorang muslim, dalam
menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam perlindungan Allah SWT. Oleh karena itu,
Allah SWT mewajibkan kepada setiap muslim yang sudah memenuhi syarat-syaratnya
untuk Shalat lima kali dalam sehari semalam, yaitu Shubuh, Dzuhur, Ashar,
Maghrib, dan Isya.[2]
Adapun
waktu Shalat fardu adalah sebagai berikut
a) Shubuh, sejak saat fajar menyingsing
sampai terbit matahari. Sebaik-baik pelaksanaannya adalah segera setelah masuk
waktunya.
b) Dzuhur, waktunya sejak saat zawal, yaitu
ketika matahari mulai condong dari pertengahan langit kea rah barat, dan
berakhir ketika baying-bayang segala sesuatu telah sama dengan panjang yang
sebenarnya.
c) Ashar, waktunya adalah sejak berakhirnya
waktu dzuhur sampai terbenamnya matahari. Sebaik-baik waktu pelaksanaannya
adalah setelah masuk waktu ashar.
d) Maghrib, waktunya setelah terbenam
matahari sampai saat terbenamnya syafaq merah, kira-kira satu jam atau lebih
setelah terbenamnya matahari. Sebaik-baik pelaksanaannya adalah di awal
waktunya. Menurut An Nawawi dalam Syarah Muslim masih tetap boleh melaksanakan
sholat Maghrib sampai sebelum menghilangnya syafaq merah. Tetapi yang demikian
itu hukumnya makruh.[3]
e) Isya, waktunya adalah sejak terbenamnya
sayafaq merah samapi saat menyingsingnya fajar (yakni saat masuknya waktu
sholat Shubuh). Adapun sebaik-baik waktu pelaksanaannya adalah menjelang tengah
malam, namun apabila khawatir tertidur atau memberatkan bagi jamaah yang shalat
di masjid, boleh saja dilaksanakan di awal malam.
2. Shalat Sunah
Shalat
sunah terbagi kepada dua macam, yaitu mutlaq dan muqayad. Untuk sunah mutlaq
cukuplah seseorang berniat Shalat saja. Adapun Shalat muqayad terbagi kepada
dua macam, yaitu Shalat sunah yang mengikuti Shalat fardu dan Shalat sunah yang
tidak mengikuti Shalat fardu. Shalat sunah yang mengikuti Shalat fardu disebut
Shalat sunah rawatib, Shalat rawatib dibagi menjadi dua yakni, muakad dan
ghairu muakad. Shalat rawatib muakad meliputi Shalat sunah fajar (qabla
Shubuh), dua rakaat sebelum dan sesudah Shalat Dzuhur, dua rakaat sesudah
shalat Maghrib, dan dua rakaat setelah Shalat Isya.
Adapun
Shalat rawatib ghairu muakad adalah sebagai berikut:
a) Shalat Witir
Shalat witir adalah Shalat yang
dilaksanakan dengan jumlah rakaat ganjil, minimal satu rakaat dan maksimal
adalah 13 rakaat. Shalat witir dilaksanakan setelah Shalat Isya sampai
terbitnya fajar. Pelaksanaan Shalat witir boleh dilakukan dengan tiga rakaat
sekaligus, yakni satu tasyahud dan satu salam. Boleh juga melaksanakan dengan
dua kali tasyahud dan satu salam seperti Shalat Maghrib, dan dengan dua kali
salam (jika dilaksanakan dalam tiga rakaat).[4]
b) Shalat Tahajud (Qiyamullail)
Tahajud
menurut bahasa adalah bangun. Sedangkan menurut istilah ulama fiqih, tahajud
artinya melakukan shalat setelah bangun dari tidur di waktu malam. Dalam Shalat
tahajud disyaratkan harus tidur terlebih dahulu setelah Shalat Isya walaupun
hanya sekejap. Dan jumlah rakaatnya adalah minimal dua rakaat dan maksimal
tidak dibatasi. Shalat tahajud dilaksanakan pada malam hari, waktunya setelah
Shalat Isya smapai terbit fajar.[5]
c) Shalat Tarawih
Mengenai
jumlah rakaat Shalat witir, terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Shalat tarawih dilaksanakan dengan delapan
rakaat ditambah tiga rakaat Shalat witir. Sedangkan sebagian ulama lain menganjurkan
bahwa jumlah rakaat tarawih adalah dua puluh ditambah tiga rakaat witir. Hal
ini didasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa pada masa
Umar, Usman, dan Ali, kaum muslimin memngerjakan Shalat tarawih sebanyak dua
puluh rakaat. Dan jumlah itulah yang disepakati oleh mayoritas para ahli fiqih
dari kalangan mazhab Hanafi, Hanbali, Syafi’I, Daud, Ats-Tsauri, dan lain-lain.[6]
Waktu
Shalat tarawih adalah setelah Shalat Isya pada bulan Ramadhan sampai terbitnya
fajar shodiq.[7]
d) Shalat Dhuha
Permulaan
waktu dhuha adalah ketika matahari sudah naik yaitu kira-kira sepenggalah, dan
berakhir waktu matahari tergelincir, tetapi disunahkan mengakhirkannya hingga
matahari agak tinggi dan panas agak terik. Jumlah rakaat paling sedikit dalam
Shalat dhuha adalah dua rakaat, dan maksimal yang pernah dikerjakan Nabi adalah
delapan rakaat, tetapi menurut riwayat lain adalah dua belas rakaat. Bahkan
sebagian ulama berpendapat bahwa jumlah rakaat Shalat dhuha adalah tidak
terbatas.
Adapun
keutamaan Shalat dhuha adalah bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan
manusia yang mau mengerjakan Shalat ini.
e) Shalat Tahiyatul Masjid
Shalat
sunah tahiyatul masjid adalah Shalat sunah yang dikerjakan apabila seseorang
memasuki masjid baik masjid jami’ (Shalat yang digunakan untuk Shalat jum’at)
maupun ghairu jami’ (yang biasanya disebut mushalla).
Adapun
mengenai waktunya adalah ketika kita memasuki masjid dan mengambil tempat untuk
Shalat tanpa melakukan duduk di masjid terlebih dahulu. Apabila sudah duduk di
masjid maka Shalat sunah tahiyatul masjid habis waktunya (tidak disunahkan
lagi).[8]
f) Shalat Istikharah
Shalat
sunah istikharah adalah Shalat sunah yang dilakukan untuk meminta petunjuk
kebaikan dalam mengambil keputusan. Shalat istikharah tidak memiliki waktu
pelaksanaan yang khusus, kapanpun boleh dilakukan, baik siang maupun malam,
kecuali pada lima waktu yang dikharamkan, yaitu setelah Shalat subuh, ketika
matahari terbit, ketika matahari tepat di atas kepala (waktu istiwa’), setelah
Shalat ashar, dan ketika matahari terbenam di ufuk barat. Namun yang paling
utama adalah melakukannya pada pertengahan malam yang akhir, sekitar pukul tiga
dini hari.[9]
g) Shalat Hajad
Shalat
Hajad adalah Shalat kebutuhan. Artinya, setiap manusia memiliki banyak
kebutuhan, dan agar kebutuhan mendapat ridha dan kemudahan untuk mencapainya,
diperlukan permohonan kepada Allah SWT, karena hanya Allah yang mampumemenuhi
segala kebutuhan seorang hamba.[10]
Waktu
Shalat sunah hajad dapat dilaksanakan kapan pun, baik siang maupun malam
kecuali pada lima waktu yang diharamkan seperti yang telah dijelaskan di
pembahasan sebelumnya, dan yang paling utama adalah melakukannya pada
pertengahan malam yang akhir, sekitar pukul tiga dini hari.
h) Shalat Taubat
Shalat
sunah taubat adalah Shalat yang dilakukan dalam rangka memohon ampunan kepada
Allah SWT atas kesalahan dan dosa yang dilakukan. Shalat sunah taubat boleh
dilaksanakan kapanpun yang penting tidak pada lima waktu diharamnkannya untuk
sholat. Namun yang lebih utama dilaksanakan pada malam hari.[11]
i)
Shalat
‘id
Shalat
‘id adalah Shalat yang dilaksanakan pada hari raya. Ada dua hari raya . yang
dikenal dalam agama Islam, yaitu hari raya ‘idul fitri dan hari raya ;idul
adha. Shalat idul fitri adalah Shalat sunah yang dilaksanakan pada tanggal 1
Syawwal. Sedangkan Shalat ‘idul adha adalah Shalat sunah yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Dzulhijjah. Waktu pelaksanaan WShalat ‘id adalah sama dengan waktu
shalat dhuha, yaitu ketika matahari naik sepenggalahan (kira-kira pukul 7.00
pagi) sampai dengan mendekati waktu zawal (tergelincir matahari). Shalat ‘id
dilaksanakan berjama’ah di masjid atau lapangan, namun bagi yang memiliki udzur
syar’I boleh melaksanakannya sendiri di rumah. Pada rakaat pertama sebelum
membaca surah Al-Fatihah membaca takbir sebanyak 7 kali, pada rekaat ke dua
takbir sebanyak lima kali, dan di antara takbir-takbir itu diselingi dengan
membaca tasbih.[12]
j)
Shalat
Gerhana
Gerhana
tersebut terdapat dua peristiwa, yaitu gerhana matahari dan gerhana bulan. Para
ulama sepakat bahwa sholat gerhana adalah sunah muakad, baik untuk laki-laki
maupun perempuan. Shalat tersebut lebih utama dikerjakan secara berjamaah,
walaupun berjamaah bukan menjadi syarat utama sahnya Shalat tersebut. Shalat
gerhana tidak disyaratkan untuk adzan, tetapi ketika menjelang pelaksanaannya,
muadzin cukup mengumandangkan lafadz ‘Asshalatu jami’ah.
C.
Ketentuan Shalat
1. Syarat Wajib untuk Melakukan Shalat
Seseorang wajib mengerjakan Shalat lima waktu, bila
mana sudah memiliki ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a) Beragama Islam
Bagi
orang kafir, Shalat itu tidak diwajibkan, namun ia tetap berdosa karena
kekafirannya. Kemudian kalau dia masuk Islam, maka dosanya sewaktu ia kafir,
insyaallah akan dihapuskan oleh Allah SWT.[13]
Akan tetapi bagi yang murtad, tetap mendapat tuntutan kewajiban Shalat, karena
dengan Islamnya dahulu maka menjadi melekat kewajiban ibadah sampai mati. [14]
b) Akil (berakal)
Maksudnya
adalah kalau seorang itu telah mampu mendayagunakan akalnya untuk dapat
membedakan antara buruk dan baik. Bagi yang tidak berakal karena sakit atau gila tidak wajib
mengerjuakan Shalat.
c) Baligh (dewasa)
Baligh
adalah batasan usia kewajiban menjalankan ibadah. Tanda-tandanya ada tiga:
mimpi keluar mani, telah berusia 15 tahun, keluar darah haid bagi wanita yang
sudah berusia 9 tahun. Anak kecil yang belum baligh tidak wajib menjalankan
Sholat, tetapi orang tua atau walinya wajib mengajarkan dan memerintahkannya
untuk Shalat. Rasulullah SAW bersabda:
“perintahkanlah
anak-anakmu untuk melakukan Shalat ketika mereka mencapai usia tujuh tahun dan
pukullah mereka (dengan tidak menyakitkan) karena meninggalkan Shalat ketika
mereka mencapai usia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).[15]
d) Suci dari Haid dan Nifas
Wanita
yang sedang haid dan nifas tidak diperbolehkan melakukan Shalat bahkan baginya
haram melakukan Shalat. Rasulullah SAW bersabda:
“bila datang (masa)
haid maka tinggalkanlah Shalat dan bila sudah berhenti maka bersihkanlah dirimu
lalu Shalatlah”. (HR. Al- Bukhari dan Muslim).[16]
e) Dalam Keadaan Jaga
Pada
waktu seorang muslim dalam keadaan tertidur, kewajiban Shalat tidak ada
padanya, tetapi bilamana dia bangun dari tidur, wajiblah ia Shalat segera.
Begitupula halnya orang yang terlupa akan Shalatnya.[17]
2.
Syarat
Sah untuk Melakukan Shalat
Agar Shalat dapat dianggap sah maka ada
lima syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a)
Suci
dari hadast kecil dan besar.
b)
Suci
dari najis pada badan, pakaian, dan tempat Shalat.
c)
Menutup
aurat dengan pakaian yang suci walaupun ditempat yang gelap dan sunyi.
d)
Mengerti
akan masuknya waktu Shalat.
e)
Menghadap
kiblat.[18]
3.
Rukun
Shalat
Rukun
Shalat ada 13 (tiga belas). Terdiri dari lima rukun ucapan, dan delapan rukun
perbuatan. Adapun rukun Shalat dari segi ucapan adalah:
a)
Membaca
takbirotul ikhrom (Allahu Akbar)
b)
Membaca
Al-Fatihah
c)
Membaca
tasyahud akhir
d)
Membaca
sholawat kepada Nabi Muhammad SAW
e)
Membaca
salam pertama.
Rukun Sholat dari segi perbuatan adalah
sebagai berikut:
a)
Niat
b)
Berdiri
pada Shalat fardu bagi yang mampu. Sedangkan untuk Shalat sunah, boleh sambil
duduk walau tanpa alasan apapun.
c) Ruku’
d) I’tidal
e)
Sujud
pertama dan kedua
f)
Duduk
antara dua sujud
g)
Duduk
akhir
h)
Tertib
4.
Sunah-sunah
Shalat
Sunah-sunah Shalat meliputi:
a)
Mengangkat tangan ketika takbir
b)
Meletakkan
tangan kanan di atas tangan kiri
c)
Membaca
ta’awudz
d)
Membaca
amin
e)
Diam
sebentar
f)
Merenggangkan
sedikit kedua telapak kaki
g)
Membaca
surat setelah Al-Fatihah
h)
Tasmi’ dan tahmid
i)
Meletakkan
kedua lutut, kedua tangan, lalu wajah ketika turun untuk sujud, dan sebaliknya
ketika bangun darinya.
5.
Hal-hal
yang Membatalkan Shalat
Hal-hal yang membatalkan Shalat adalah:
a)
Makan
dan minum dengan sengaja
b)
Berkata-kata
dengan sengaja dan bukan untuk kepentingan Sholat
c)
Banyak
bergerak dengan sengaja
d)
Meninggalkan
suatu rukun atau syarat Shalat tanjpa udzur atau sengaja
e)
Tertawa
dalam Shalat.[19]
D.
Tata Cara Shalat
1.
Pusatkan
niat dalam hati, kemudian angkat kedua tangan setentang telinga dan bahu,
kemudian ucapkan Allahuakbar sambil
menurunkan kedua tangan.
2.
Tangan
kanan diletakkan diatas tangan kiri, di atas dada atau di atas pusar. Kemudian
baca do’a iftitah, diteruskan dengan membaca Al-Fatihah dan surah pada rakaat
pertama dan kedua.
3. Sesudah selesai membaca Al-Fatihah dan
surat, angkat kedua tangan sambil mengucap Allahuakbar
kemudian rukuk. Dengan kedua tangan diletakkan pada lutut, dan renggangkan
kedua lengan dari badan.
4. Kemudian angkat kepala dari rukuk
(bangun dari rukuk/ I’tidal). Dan
membaca do’a ketika I’tidal
5. Kemudian turun untuk sujud sambil
mengucapkan Allahuakbar. Kepala
diletakkan diantara kedua telapak tangan sambil membaca do’a ketika sujud.
6. Kemudian angkat kepala dari sujud dengan
membaca takbir dan duduk diatas mata kaki kaki kiri, serta kaki kanan
ditegakkan dan jari kaki kanan mengdadap kiblat. Dan ketika duduk membaca do’a
ketika duduk diantara dua sujud.
7. Kemudian sujud lagi yang ke dua dengan
membaca do’a ketika sujud.
8. Setelah sujud yang ke dua, bangun
berdiri sambil mengucapkan takbir. Ucapan dipanjangkan mulai dari saat akan
berdiri sampai berdiri tegak, agar tidak ada diantara makmum yang mendahului
imam. Untuk mengerjakan rakaat kedua dan seterusnya, sama dengan rakaat
pertama.[20]
E.
Hkmah-Hikmah Shalat
Setiap muslim harus meyakini bahwa
dalam setiap perintah allah terdapat kebaikan, dan setiap larangan terdapat
keburukian jika dilakukan. Oleh karena itu, dalam perintah shalat sudah pasti
terdapat hikmah atau kebaikan. Diantara hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Mencegah
perbuatan keji dan munkar
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT
yang berarti: “Bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu adari Al-Qur’an dan
dirikanlah Sholat, karena Sholat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar” (QS.
Al-Ankabut:45).
2.
Shalat
menjadi tolak ukur kebaikan segala amal
3.
Mengajarkan
manusia untuk mengatur waktu
Shalat
mengajarkan manusia untuk konsisiten terhadap waktu, karena Shalat adalah
ibadah yang telah ditetapkan waktunya, sehingga pelaksanaannya harus tepat
waktu.
4.
Mendatangkan
rezki
Rasulullah
SAW bersabda kepada sahabat Hurairah: “hai Abu Hurairah, perintahkan kepada
keluargamu untuk Shalat, sebab Allah akan mendatangkan rezeki kepadamu tanpa dikira-kira”.
5.
Shalat
menjadi solusi setiap problematika
Hal
ini sebagaimana firman Allah SWT: “ Jadikanlah sabar dan Shalat sebagai
penolongmu , dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu” (QS. Al-Baqarah:45).[21]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
istilah syara’, sholat adalah suatu ibadah yang dimulai dengan takbirotul ihrom
dan diakhiri dengan salam, serta dilengkapi dengan beberapa perbuatan dan
ucapan kemudian hal-ihwal yang berhubungan dengan sholat itu, disesuaikan
dengan ketentuan yang diajarkan ataupun dicontohkan oleh Rosulillah Saw.
Sholat
ada dua macam yakni Shalat fardu (yang wajib di kerjakan) dan Shalat sunnah
(yang akan mendapatkan pahala bila mengerjakannya). Ketentuan-ketentuan dalam
Shalat yaitu syarat wajib untuk melakukan Shalat, syarat sah untuk melakukan
Shalat, rukun-rukun Shalat, dan sunah-sunahnya Shalat.
Tata cara dalam melaksanakan Shalat yaitu dimulai dari niat di
dalam hati, takbir, membaca surah Al-Fatihah dan surah pendek, ruku’,I’tidal,
sujud, duduk diantara dua sujud, sujud yang ke dua, untuk mengerjakan rakaat ke
dua dan seterusnya, sama dengan rakaat pertama.
Hikmah-hikmah yang
terkandung dalam Shalat diantaranya yaitu, mencegah perbuatan keji dan mungkar,
menjadi tolak ukur kebaikan segala amal, mengajarkan manusia untuk mengatur
waktu, mendatangkan rezki, menjadi solusi dari setiap permasalahan.
B. Saran
marilah kita melaksanakan kewajiban
Shalat dengan sepenuh hati dengan niat
hanya karena Allah SWT semata dengan mematuhi segala ketentuan-katentuan yang
sudah ditetapkan baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadist.
Kami menyadari bahwa manusia tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan, dan kami juga sadar bahwa dalam makalah ini masih
belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun tetap kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua amiin.
DARTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali. 2000. Hikmah Shalat dan Tuntunannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Matdawan, Muhammad Noor: Bersuci dan Shalat serta butir-butir hikmahnya.
Sadili.
Ahmad Nawawi. 2011. Paduan Praktis dan
Lengkap Shalat Fardhu & Sunnah. Jakarta: Amzah.
[1] Muhammad noor
matdawan,Bersuci dan Sholat Serta
Butir-butir Hikmahnya,hlm.87-88.
[2] Hasbiyallah,fiqih dan ushul fiqih,( Bandung,PT
remaja rosdakarya:2013),hal.193.
[3] Hasbiyallah,ibid,hal.193.
[4] Hasbiyallah,ibid,hal.194-195.
[5] Ahmad Nawawi Sadili,Panduan praktis dan lengkap Shalat fardu
& sunah,(Jakarta,2011),hal.262-264.
[6] Hasbiyallah,loc.cit,hal.196-197
[7]Ahmad Nawawi Sadilli,Op.cit,hal.283
[8] Ahmad Nawawi Sadili,ibid,hal.246-247
[9] Ibid,hal.256
[10] Hasbiyallah,loc.cit,hal.200
[11] Ahmad Nawawi Sadili,loc.cit,hal.270
[12]Ahmad Nawawi Sadili,Ibid,hal.277-280
[13] Muhammad Noor
Matdawan,loc.cit.hal.90
[14] Op.cit.hal.81
[15] Ahmad Nawawi Sadili,ibid.hal.81
[16] Ibid.hal.82
[17] Muhammad Noor
Matdawam,loc.cit.hal.91
[18] Ahmad Nawawi Sadili,loc.cit.hal.82-83
[19] Hasbiyallah,loc.cit.hal.179-180
[20]Ali hasan,Hikimah Shalat dan Tuntunannya(Jakarta,PT
Raja Grafindo Persada:2000),hal.72-73
[21]
Hasbiyallah,loc.cit.hal.176-178
Komentar
Posting Komentar