hubungan syariah dan tasawuf
Hubungan Syari’at dan Tasawuf
Berbagai upaya dilakukan manusia
untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka mencari jalan yang dapat membawa
mereka lebih dekat dengan Tuhan sehingga mereka merasa melihat Tuhan dengan
hati sanubari, bahkan ada diantara mereka yang merasa bahwa mereka telah
bersatu dengan Tuhan. Dan ajaran-ajaran seperti ini ada dalam tasawuf.
Pada dasarnya tasawuf bersifat batin
sedangkan yang bersifat lahir adalah syari’ah. Syari’ah adalah ajaran islam
yang tersimpul dalam ibadah yang mengambil bentuk shalat, zakat, puasa, haji, dan
ajaran-ajaran mengenai akhlak Islam. Aspek lahir (syari’at) dan aspek batin
(tasawuf) tidak dapat dipisahkan sehingga antara syariat dan tasawuf memiliki
keterkaitan yang sangat erat.Untuk mengetahui hubungan antara syari’at dan
tasawuf sebaiknya lebih dulu mengetahui aspek-aspek dari keduanya.
1. Aspek
Tasawuf
a) Maqamat
Tasawuf dari satu segi merupakan suatu ilmu. Sebagai ilmu tasawuf
mempelajari cara dan jalan bagaomana seseorang muslim dapat berada dekat dengan
Allah sedekat-dekatnya. Untuk dapat mendekatkan diri pada Allah
sedekat-dekatnya, seorang muslim harus menempuh perjalanan panjang yang penuh
dengan duri yang dalam bahasa Arab disebut maqamat, yang merupakan
bentuk jamak dari maqam.
Pengertian maqam menurut para uklamak tasawuf berbeda-beda namun
pengertian satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Menurut al-Thusi, maqam
adalah kedudukan seorang hamba dihadapan Allah yang diperoleh melalui kerja
keras dalam beribadah (al-ibadat), kesungguhan melawan hawa nafsu
(al-mujahadah), latihan-latihan kerohanian (al-riyadhat), serta mengerahkan
seluruh jiwa dan raga semata-mata hanya untuk berbakti kepada Allah
(al-inqitha’ ila Allah).
b) Ahwal
Didalam beberapa literature tasawuf, konsep
maqamat biasa dibandingkan penggunaannya dengan konsep ahwal (bentuk jamak dari
hal). Al-Thusi menjelaskan, ahwal adalah suasana yang menyelimuti kalbu atau
sesuatu yang menimpa hati seorang shufi Karena ketulusannya dalam mengingat
Allah. Oleh karena itu, ahwal tidak diperoleh dari cara-cara atau aspek-aspek
maqamat. Adapun suasana hati yang termasuk dalam kategori ahwal ini
diantaranya: merasa selalu diawasi oleh Allah (al-muraqabat), rasa dekat dengan
Allah (al-qurb), rasa cinta dengan Allah (al-mahabbah), rasa harap-harap cemas (al-khauf wa al-raja’), rasa menyaksikan Allah dengan mata hati (al-musyahadat), rasa rindu (al-syauq), rasa berteman (al-uns), rasa tentram (al-thuma’ninat), dan rasa yakn (al-yaqin).
Senada
dengan al-Thusi, al-Qusyairi mengatakan bahwa maqam ialah keluhuran budi
pekerti yang dimiliki hamba Allah yang dapat membawanya pada jenis usaha dan
jenis tuntutan dari berbagai kewajiban. Dan ahwal adalah keadaan yang datang
tanwa wujud kerja. Dengan kata lain, ahwal adalah anugerah dari Allah sedangkan
maqamat yaitu hasil dari suatu kerja keras.
Komentar
Posting Komentar