hasil rekayasa genetika
Prof. Syafa’atun Almirzanah, Ph.D., D. Min. mengatakan, keberhasilan
rekayasa genetika melalui teknologi cloning oleh Ian Wilmut terhadap
Domba yang kemudian diberi nama Dolly, itu berarti terobosan dalam dunia
kedokteran terjadi. Terobosan cloning Domba bernama Dolly ini membawa
kemungkinan terhadap penelitian stem cell, yang pada tahun 2001 berhasil
menciptakan embryo pertama manusia melalui teknologi cloning.
Keberhasilan perusahaan swasta, Advanced Cell Technologies dalam
mengcloning embryo manusia yang tidak menghasilkan bayi, tetapi hanya
untuk kepentingan therapeutic bidang kedokteran ini ini menyisakan
kontroversi dan kegelisahan para pemimpin dunia dan para pemimpin
agama-agama. Ada yang merespon positis, ada yang melarang. Dalam kongres
di Amerika misalnya terbit peraturan yang melarang nonreproductive
cloning. Parleman Amerika tegas melarang, tetapi mayoritas senator
mengijinkan. Sementara Presiden Amerika, George W. Bush kala itu, tegas
melarang terutama berkaitan dengan dana penelitian. Sementara di
kalangan agamawan, misalnya, keberhasilan ini ditentang kaum Yahudi dan
kebanyakan penganut kristiani di seantero dunia. Mensikapi hal ini,
Prof. Syafa’atun Almirzanah mengatakan, agama-agama hendaknya selalu
merespon dan memberi arahan terhadap setiap perkembangan ilmu
pengetahuan dan ternologi seperti teknologi cloning. Kerena campur
tangan agama-agama akan membuat setiap penemuan baru ilmu pengetahuan
dan teknologi akan dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia, bukan untuk kesombongan, sekedar melakukan
karena memungkinkan diciptakannya, dan bisa jadi penciptaaanya justru
akan menghancurkan eksistensi manusia dan alam ini.
Hal tersebut disampaikan Syafa’atun dalam orasi ilmiahnya, saat
dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang “Studi Agama-Agama” UIN Sunan
Kalijaga, di Gedung Multipurpose, Selasa, 29 September 2015. Orasi
ilmiah Prof. Syafa’atun ini menjadi puncak acara mensyukuri kelahiran
UIN Sunan Kalijaga yang ke 64 tahun, setelah kampus putih ini menggelar
berbagai agenda acara. Prof. Syafa’atun merupakan Guru Besar ke 60 UIN
Sunan Kalijaga, dan Guru besar ke 34 UIN Sunan Kalijaga yang masih
aktif. Dalam orasinya, lebih lanjut Prof. Syafa’atun memaparkan, semua
agama yang mengajarkan spiritualitas, telah memberikan penjelasan yang
komprehensif dan luar biasa mengenai kepercayaan dan pengalaman
spiritual yang dapat meningkatkan perubahan di dalam otak kita dan dapat
menghasilkan kesehatan serta hidup lebih baik. Oleh karenanya science
dan agama dapat berhubungan lebih dekat, saling menyapa, untuk
menghasilkan kualitas kehidupan di bumi ini semakin baik., membawa
kebahagiaan dan kedamaian bagi umat manusia.
Menurut Syafa’atun para ilmuwan memang punya kebebasan, kewajiban dan
tanggungjawab untuk terus melakukan riset yang menghasilkan sesuatu
menjadi semakin sempurna. Sebagai manusia, ilmuwan adalah partner Tuhan
yang harus terlibat dalam penemuan ilmu pengetahuan dan penciptaan
teknologi, untuk membuat bumi ini semakin sempurna. Namun di sisi lain,
para Nabi utusan Tuhan dari semua agama punya posisi lebih tinggi dari
para ilmuwan. Kaum agamawan, sebagai wakil para Nabi era kini, hendaknya
aktif dan kreatif melakukan interaksi terhadap setiap perkembangan
dunia yang dahsyat ini. Ini adalah essensi dari iman, kata Syafa’atun.
Sementara, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya untuk
tujuan kemudahan bidang kesehatan, hendaknya juga tetap berpijak pada
pertimbangan etik, moral dan nilai-nilai agama. Misalnya, pertimbangan,
masih pantaskan mengeluarkan dana sangat besar untuk membiayai riset
terapi medis baru, sementara di sekeliling kita masih banyak orang
kelaparan yang membutuhkan uluran tangan untuk menolong mereka. Kita
memang menghargai keinginan untuk mencapai dan mempertahankan derajad
kesehatan yang terbaik. Akan tetapi usaha ini harus dicapai dengan
cara-cara yang etis, bermoral dan sesuai dengan nilai-nilai agama.
Kontroversi-kontroversi seperti ini membutuhkan uluran tangan kaum
agamawan agar dicapai keseimbangan tujuan dari setiap penemuan ilmu
pengetahuan dan penciptaan teknologi, kata Prof. Syafa’atun.
Di akhir pidatonya, Prof. Syafa’atun manyampaikan, hidup berbagi
menjadi pelajaran berharga bagi dirinya. Menurutnya, dengan selalu hidup
berbagi akan menjadikan kehidupan ini semakin membahagikan.
Sementara Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. H. Machasin, dalam
sambutannya antara lain menyampaikan, kilas balik berdirinya IAIN Sunan
Kalijaga, yang kini telah menjadi UIN Sunan Kalijaga. UIN Sunan Kalijaga
dimulai dari diresmikannya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
26 September 1951, berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun
1950. Secara operasional penyelenggaraan PTAIN diatur dalam peraturan
bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan RI tanggal 21 Oktober 1951. Berdasarkan Peraturan Presiden RI
Nomor 11 Tahun 1960, tanggal 9 Mei 1960, PTAIN berubah menjadi IAIN.
Dan Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 26 Tahun Tahun 1965,
IAIN di Yogyakarta ini diberi nama IAIN Sunan Kalijaga. Salah seorang
Wali Sanga, penyebar agama Islam di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
2004, IAIN Sunan Kalijaga bertranformasi menjadi UIN Sunan Kalijaga
berdasarkan Keppres Nomor 50 Tahun 2004, tanggal 21 Juni 2004.
Peringatan dies Natalis ke 64 tahun ini, dapat dijadikan momentum untuk
bersyukur, sekaligus merefleksi. Bersyukur karena umat Islam di
Indonesia yang terbesar ini diberi anugerah oleh Allah SWT berupa
lembaga pendidikan tinggi Islam tersendiri, yang sudah lama dipikirkan
oleh founding fathers Republik ini jauh sebelum Indonesia merdeka.
Lembaga pendidikan tinggi Islam yang sejak berdirinya hingga sekarang
terus berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, melakukan
fungsinya transfer ilmu-ilmu keislaman, memelihara tradisi Islam dan
melahirkan ulama. Basic philosophi ini pulalah yang menjadi dasar proses
transformasi IAIN Sunan Kalijaga menjadi UIN, dalam rangka
mengembangkan paradigma integrasi-interkoneksi antara ilmu-ilmu
keislaman, ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kealaman demi memberikan
kontribusi yang lebih berarti bagi kemajuan dan kejayaan peradaban
manusia.
Menurut Machasin, mensyukuri kelahiran UIN Sunan Kalijaga ke 64 tahun
ini, penting untuk mengenang peran dan jasa para pemimpin institusi ini
sejak berdiri. Dari era kepemimpinan Rektor I, Moh. Adnan, disusul Prof.
Dr. H. Mukhtar Yahya, Prof. R.H.A. Soenarjo, SH., Kol. Drs. H. Bakri
Syahid, Prof. Drs. H. Mu’in Umar, Prof. Dr. H. Simuh, Prof. Dr. H. M.
Atho’ Mudzhar, Prof. Dr. H.M. Amin Abdullah, Prof. Dr. H. Musa Asy’arie,
Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, Ph.D., yang karena masalah kesehatan tidak
dapat melanjutkan tugas hingga akhir periode, dan sejak tanggal 8
September 2015, Menteri Agama RI telah memberikan amanat kepada kami
(Prof. Machasin-red) untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai pengganti
sementara. Kita patut menyapaikan penghormatan dan penghargaan yang
tinggi kepada tokoh-tokoh perintis, pendiri dan pengembang institusi
pendidikan tinggi Islam tertua di negeri ini, yakni UIN Sunan Kalijaga,
Kata Machasin.
Ke depan, harus disadari, tugas dan tantangan untuk mengembangkan UIN
Sunan Kalijaga semakin berat. Mengingat kompetisi antar perguruan tinggi
yang semakin tajam dan tantangan lingkungan eksternal yang semakin
kompleks.. Dalam jangka panjang, kebijakan, strategi, program dan
kegiatan akan diarahkan pada terwujudnya Perguruan Tinggi Taraf Dunia.
Seluruh Perguruan Tinggi di tanah air, termasuk di dalamnya UIN, IAIN,
dan STAIN berada pada gelombang dan frekwensi yang sama dalam semangat
mewujudkan dirinya sebagai World Class University, tegas Machasin. (Weni
Hidayati-Humas UIN Sunan Kalijaga.
sumber:
uin sunan kalijaga yogyakarta
sumber:
uin sunan kalijaga yogyakarta
Komentar
Posting Komentar