teori kebenaran ilmu dalam filsafat

MAKALAH
TEORI – TEORI KEBENARAN ILMIAH
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu :
Ibu Rohinah

Disusun oleh kelompok 5 :
1.      Ulinuha Siti M                        (15480007)
2.      Aulia Nur Handayani              (15480028)
3.      Puji Rahayu                             (15480034)
4.      Isnaini Putri Rosida                (15480040)

UIN SUNAN KALIJAGA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PGMI/A
2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Saat ini manusia selalu berusaha menemukan kebenaran ,banyak cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran dengan rasio seperti para rasionalis dan pengalaman /empiris.Kebenaran di filsafat adalah lawannya kekhilafan, kekeliruan, atau khayalan. Kebenaran adalah  hubungan antara pengetahuan dan apa objeknya, konsep kebenaran epistemologi terkait erat dengan sebuah pernyataan, kebenaran adalah bersifat semantik, sehingga kebenaran itu ada pada proposisi, bukan pada sintaksis.Kebenaran pengetahuan yang dilihat dari kesesuaian antara fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika kita ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan, maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebuat haruslah benar. Maka deari itu, dalam ilmu pengetahuan,  baik potensi rasio maupun pengalaman indera perlu difungsikan secara saling lengkap-melengkapi dan saling uji-menguji sehingga kebenaran yang dicapai bisa diandalkan.Sehingga, teori kebenaran kiranya memang cocok untuk dipakai sebagai landasan dasar pengukuran kebenaran ilmiah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kebenaran?
2.      Apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme?
3.      Apa saja teori kebenaran ilmiah itu?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa pengertian kebenaran.
2.      Untuk mengetahui apa itu rasionalisme dan empirisme.
3.      Untuk mengetahui teori - teori kebenaran ilmiah.


 
 
D.    Metodologi Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan, yakni mendapatkan sumber informasi yag berasal dari media cetak berupa buku dan media elektronik.


















 
 



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian kebenaran
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu ,baik logika deduktif maupun logika induktif ,dalam proses penafsirannya ,mempergunakan premis-premis  yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar.[1]

Secara obyektif kebenaran dapat dikembalikan kepada obyek materi ,keluasan dan kedalam obyek forma,derajat dan system yang berlaku atau yang ada di dalamnya. Pertama mempertimbangkanobjek materinya ,dimana filsafat mempelajari segala sesuatu yang ada.kebenaran ilmu pengetahuan filsafat bersifat umum universal ,tidak terkait dangan jenis-jenis objek tertentu. Kedua, ditinjau dari objek formanya,kebenaran ilmu pengetahuan bersifat metafisis dalam arti meliputi ruang lingkup material-khusus sampai ke hal-hal yang abstrak-universal. Ketiga ,dicermati metode yang digunakan oleh filsafat ,sifat kedenaran ilmu pengetahuan filsafat  yang abstrak –metafisis semakin jelas. Karena metode kefilsafatan  terarah dalam mencapai pengetahuan yang esensial atas setiap hal dan pengetahuan eksistensial daripada sesuatu dalam keterkaitan yang utuh  (kesatuan).

Kebenaran menurut rasionalisme ,para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita ,dan bukanya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran (dan,ipso facto ,pengetahuan) mengandung makna ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan ,maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.[2]
 
                     
Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan obyek (pengetahuan yang obyektif).[3] Dikatakan obyektif karena suatu obyek memiliki banyakaspek (mencoba meliputi seluruh kebenaran dari obyek tersebut. Dan juga kebenaran ialah lawan dari kekhilafan, kekeliruan, atau khayalan yang tidak sesuai.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni:
1. Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya).
2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya).
3. Kejujuran atau kelurusan hati.
Menurut penganut idealisme, seperti F.H.Bradley, mengatakan bahwa kebenaran ialah kenyataan, karena kebenaran ialah makna yang merupakan halnya dan karena kenyataan ialah juga merupakan halnya maka keduaaya dipandang sama sepenuhnya.
Menurut Dewey kebenaran ialah pembenaran (verivication), dan hal ini ditunjukan bila penyelidikan yang menimbulkan perumusan propposisi diselesaikan dengan sukses.[4]

B.     Rasionalisme dan Empirisme
Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan aka, temuannya diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal ialah decari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar ; bila tidak, salah. Dengan akal itulah atiran untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu bersumber pada akal.
Mengenai pendekatan rasionalis ,bagi para filsuf seperti Descartes ,Kant,dan Hertz telah memperdalam pemahaman filsuf mengenai usaha ilmiah dengan mengharuskannya mengenalai cara-cara dimana pengaturan intelektual teori-teori ilmiah bersandar pada aktivitas – aktivitas konstruktif ilmuan itu sendiri,ketimbang fakta – fakta spesifik.[5]
Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Dengan empirisme aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat. Empirisme juga memiliki kekurangan yaitu ia belum terukur. Empirisme hanya sampai ada konsep-konsep yang umum. [6]Seorang empirisme biasanya berpendirian ,kita dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indra.[7]
Mengenai pendekatan empiris ,ketrpercayaan (creadentials) konsep ilmiah atau teori apapun tentu saja tergantung kepada suatu tingkat substansial yang berbasiskan pengalaman empiris,sebenarnya telah banyak yang dipelajari tentang statistik kalkulus ,probabilitas ,dan rancangan eksperimen ilmiah dari analisis yang hati-hati terhadap prosedur yang digunakan unuk menangani data empirisnsecara sungguh-sungguh,bahkan sebelum mempersoalkan penafsiran teoritis yang muncul secara langsung.[8]

C.     Teori-Teori Kebenaran

Tidak semua manusia memiliki persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar, setiap manusia memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam menanggapi kebenaran, cara pandang tersebut biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang ia miliki.
Dalam Filsafat Ilmu, kebenaran sendiri memiliki beberapa teori diantaranya yaitu:
1.     
5
 
Teori Koherensi
Teori Koherensi ini dikembangkan oleh Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.) berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.

Menurut teori koherensi, suatu pernyataan dapat dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya yaitu: bilangan 3 + 4 = 7; 5 + 2= 7; dan 6 + 1 = 7; ketiga pernyataan tersebut adalah   benar sebab pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan dari pernyataan sebelumnya. Bila kita menganggap bahwa “semuamanusiapastiakanmati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “ si Polan adalah seorang manusia dan si Polan pasti akan mati” adalah benar pula,sebab pernyataan kedua adalah koheren atau konsisten dengan pernyataan yang pertama.

2.      Teori Korespondensi
6
 
Eksponen utama teori korespondensi adalah Bartrand Russell (1872-1970). Bagi penganut teori korespondensi maka suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuaan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang  dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang mengatakan bahwa   “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni Jakarta yang memang menjadi ibu Kota Republik Indonesia.[9]Sekiranya orang lain ada yang menyatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan tersebuta adalah tidak benar sebab tidak adanya obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini maka secara factual “Ibu Kota Republik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan Jakarta”.

3.      Teori Pragmatis
Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Our Ideas Clear”.Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika.Ahli-ahli filsafat ini diantaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Herbert Mead (1863-1931).

Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.Artinya, suatu pernyataan adalah benar,  jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

Kriteria pragmatis ini biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dilihat dalam prespektif waktu.  Secara historis maka pernyataan ilmiah yang  sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagii demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuwan bersifat pragmatis:  selama pernyataan tersebut fungsional dan memiliki kegunaan maka pernyataan tersebut dianggap benar; sekiranya pernyataan tersebut tidak lagi bersifat demikian,  disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang  menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.[10]



4.     
7
 
Teori Performatif
Teori ini menyatakan bawa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu.Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagai sebagian muslim Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang  lain mengikuti fatwa-fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh pemegang botoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut bertentangan dengan bukti-buktiemoiris.
Masyarakat yang mengikuti teori performatif cenderung tidak bias a berfikir kritis dan rasional, mereka kurang inisiatif dan inofatif karena terbiasa dengan keputusan yang diambil oleh pemegang otoritas.

5.      Teori Consensus
Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap benar apabila teori tersebut berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuan yang mengikuti atau mendukung paradigma tersebut.
Masyarakat sains bisa mencapai consensus yang kokoh karena adanya paradigma sebagai komitmen kelompok, paradigm merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari pelaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esebsial ilmu pengetahuan. Paradigma  berfungsi sebagai keputusan yuridikatif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanya perdebatan antar paradigm bukan mengenai kemampuan relative antar paradigma dalam memecahkan masalah tetapi paradigm mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.


Text Box: 8

 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari makalah ini, dapat kita ambil kesimpulan bahwa untuk menentukan sebuah kebenaran kita harus menggunakan teori-teori kebenaran ilmiah.
Kebenaran bermakna pernyataan tanpa ragu ,baik logika deduktif maupun logika induktif ,dalam proses penafsirannya ,mempergunakan premis-premis  yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Jadi dalam menentukan sebuah kebenaran ilmiah harus menggunakan langkah yang rasionalisme dan empirisme. Rasional berdasarkan akal dan pemikiran, sedangkan empirisme berdasarkan pengalaman yang pernah kita alami.
Dalam menentukan sebuah kebenaran ilmiah kita juga harus menggunakan berbagai teori, seperti: Teori Consensus, Teori Performatif, Teori Pragmatis, Teori Korespondensi, Teori Koherensi.
B.     Kritik dan Saran







9
 


9
 

 


DAFTAR PUSTAKA
Jujun S Sumantri,FilsafatIlmuSebuahPengantarPopuler,Jakarta : PustakaSinar Harapan,2009
Ravert, Jerome R.SejarahdanRuanglingkupbahasan ,Pustaka Pelajar:Yogyakarta.2004.
Louis O .Kattsoff,PengantarFilsafat , Yogyakarta : Tiara Wacana ,1992
http://hitamkopiku.blogspot.co.id 2014,AbiemAndriana.html,diambil tanggal:1 oktober 2015,jam 10.50
https://ilmufilsafat.wordpress.com/category/teori--perspektif-filsafat-ilmu


[1]  Jujun S Sumantri,Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,2009.hlm.50
[2]  Louis O .Kattsoff,Pengantar Filsafat , Yogyakarta : Tiara Wacana ,1992. Hlm .139

[4]   Ibid.hlm .183
[5]  Ravert, Jerome R.Sejarah dan Ruang lingkup bahasan ,Pustaka Pelajar:Yogyakarta.2004.hlm 136
[6]Louis O .Kattsoff,Pengantar Filsafat , Yogyakarta : Tiara Wacana ,1992. Hlm .31-32
[7]  Ibid.hlm .150
[8]  Ravert, Jerome R.Sejarah dan Ruang lingkup bahasan ,Pustaka Pelajar:Yogyakarta.2004.hlm 135
[9]Jujun S. Suriasumantri, filsafatilmusebuahpengantarpopular (Jakarta: PUSTAKA SINAR HARAPAN,2009), hlm. 58
[10]Jujun S. Suriasumantri, ibid, hlm. 59.
 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aspek-aspek tasawuf

hakikat baik dan buruk

RPP SD/MI materi ekosistem