progresivisme dan konstruktifisme dalam buku karya George R. Knight
PROGRESIVISME
Progresivisme
sebagai sebuah teori pendidikan muncul sebagai raksi terhadap pendidikan
tradisioanal yang menekankan metode-metode formal belajar. Pengaruh utama yang
melandasi pendidikan progresifis adalah John Dewey, Sigmun freud, dan Jacques
Rosseau. Dewey menuliskan tending landasan-landasan filosofis pendidikan dan
berupaya menguji kebsahan gagasan-gagasannya dalam laboratorium sekolahnya di
Universitas Chicago. Freud lebih menekankan pada kebebasan yang lebih bagi
ekspresi diri pada anak-anak dan suatu lingkungan yang lebih terbuka dimana
anak-anak mampu melepaskan energi dorongan-dorongan instingtif dengan cara yang
lebih kreatif. Reousseau menarik hati kalangan progresif yang menentang
terhadap adanya campur tangan orang dewasa daam menentukan kurikulum
pembelajaran.
Pengaruh
intelektual tersebut kemudian dikembangkan oleh para ahli pendiidkan ternama
yang aktif menerapkan teori-teori tersebut dalam praktik di sekolahan. Melalui
pengaruh mereka teori progresif menjadi teori dominan dalam pendidikan Amerika
dari decade 1920-an hingga 1950-an. Pertengahan 1950-1n teori ini mengalami
kehilangan eksistensi keorganisasiannya, hal ini mungkin dikarenakan oleh
sebagian ide dan gagasan serta program pendidikan progresifisme telah diadopsi
oleh sekolah-sekolah umum. Kelompok progresif menentang beberapa
praktik-praktik sekolah diantaranya yakni guru yang otoriter, terlalau bertumpu
pada metode yang berorientasi pada buku, model belajar dengan metode
mengahafal, dan penggunaan hukuman fisik yang menakutkan sebagai suatu bentuk
upaya pendisiplinan.
Kosep-konsep
progesif yakni:
1. Proses pendidikan menemukan asal-muasal
dan tujuannya pada anak.
Kalangan
progresif menempatkan peserta didik sebagai sumbu sekolah. Mereka berupaya
mengembangkan kurikulum dan metode pengajaran yang berpangkal pada kebutuhan,
kepentingan, dan inisiatif dari peserta didik. Menurut teori ini setiap anak
memiliki keinginan alami untuk belajar dan menemukan hal yang baru dalam
kehidupan di sekelilingnya. Ketertarikan anak adalah titik tolak bagi
pengalaman belajar. Ketertarikan alami yang ada alam diri anak harus mampu
dimanfaatkan oleh guru untuk membantu anak itu sendiri dalam belajar berbegai
keterampilan yang akan mendukung anak menemukan kebutuhan dan keinginan
terbarunya.
2. Subyek-subyek didik adalah aktif, bukan
pasif.
Derey
mencatat bahwa anak selalu siap aktif, dan pendidikan adalah bagaimana memandu
keaktifannya dan memberikan arahan. Peserta didik adalah individu ang secara
alami berkeinginan untuk belajar dan akan belajar jika mereka tidak dibuat
frustasi dalam belajar mereka oleh orang-orang dewasa yang kebanyakan
memaksakan keinginan mereka pada anak-anak.
3. Peran guru adalah sebagai penasihat,
pembimbing, dan pemandu daripada sebagai rujukan otoriter dan pengarah ruang
kelas.
Guru
adalah orang yang mampu belajar bersama peserta didik sambil ia berupaya
memanfaatkan energy dan ketertarikan langsung mereka dalam keseriusan
pengalaman belajar.
4. Sekolah adalah sebuah miniature dari masyarakat
besar.
Sekolah
tidak dilihat sebagai setting sosial yang berbeda dimana pendidikan
terselenggara dengan cara yang unik. Pendidikan dan belajar secara ajeg
berlangsung dalam kehidupan seseorang. Pengalaman belajar berlangsung dengan
cara yang sama di dalam lingkungan sekolah, sebagaimana terjadi pula di dunia
luar.
5. Aktifitas ruang kelas menfokuskan pada
pemecahan masalah daripada metode-metode artificial (buatan) untuk pengajaran
materi kajian.
Menurut
teori ini pengetahuan tidak datang dari penerimaan informasi sebagai sebuah
substsnsi abstrak, pengetahuan, tutur mereka adalah suatu instrument untuk
mengeola pengalaman. Mereka menggunakan metode proyek dalam mengebangkannya,
siswa diberikan suatu permasalahn yang kemudian melalui bimbingan guru mereka
akan menyelesaikan masalah tersebut. Proses pemecahan masalah-masalah para
peserta didik tidak hanya mempelajari fakta-fakta tapi lebih mereka mempelajari
bagaimana berpikir dan menggunakan pemikiran mereka dalam dunia pengalaman.
6. Atmosfer sosial sekolah harus kooperatif
dan demokratis
Sekolah
harus mengembangkan kepemimpinan peserta didik, diskusi yang bebas tentang
berbagai ide gagasan, dan pelibatan peserta didik dan kejujuran, baik dalam
belajar maupun dalam perencanaan pendidikan.
Berdasarkan
penjelasan diatas, progresivisme merupakan teori dimana peserta didik menjadi
Patokan dalam proses pembelajaran, guru hanya sebagai pendamping, pembimbing,
dan fasilitator.
HUMANISME
Humanisme
pendidikan lebih menekankan pada keunikan anak secara perorangan daripada yang
telah diberikan kalanagn progresif yang cenderung lebih memahami anak dalam
kacamata unit sosial. Teori ini dipertegass oleh ahli-ahlipsikologi
diantaranya, Carl Rogers, Abraham Maslaw, dan Arthur Combs. Para ahli ini
memusatkan pada pemberian bantuan peserta didik agar dapat terhumanisasikan dan
teraktualisasikan diri, membentuk peserta didik secara perorangan dalam
menemukan, menjadi dan mengembangkan kedirian sejatinya serta keutuhan
potensinya.
Prinsip-prinsip
humanistic: Pendidikan adalah kegiatan untuk mewujudkan lingkungan-lingkungan
belajar dimana anak akan terbebas dari kompetisi yang seru, kedisiplinan yang
keras, dan takut gagal. Mewujudkan hubungan pendidikan yang diresapi dengan
kepercayaan dan rasa aman. Anak-anak akan belajar denganbaik jika mereka
senang, aktif terlibat, dan tertarik dengan apa yang sedang mereka lakukan,
mereka belajar kurang baik atau bahkan tidak belajar kerena bosan, takut
(diancam), dihina, dan cemas. Tujuan
mendasar dari pendidikan bagi kaum humanks adalah lebih terpusat dalam
aktualisasi diri daripada sekedar penguasaan penuh pengetahuan sebagai tujuan
akhirnya. Guru dapat mudah meraih tujuan mereka dengan adanya kerjasama antara
individu dengan kelompok kecil.
Bentuk-bentuk
kelembagaan: Lembaga-lembaga alternative yang tersebtr luas bagi
pendekatan-pendekatan kependidikan tradisional di akhir 1960-an dan awal
1970-an yakni lembaga sekolah terbuka, sekolah yang bebas, dan sekolah tanpa
kegagalan. Pada ruang kelas terbuka, guru dan asistennya sebagian besar
menghabiskan waktu bersama beberapa orang dan kelompok kecil daripada dengan
keseluruhan kelas. Ruang kelas terbuka berupaya menyediakan sebuah komunitas
belajar dimana para guru dan peserta didik dituntut untuk bekerjasama. Kohl
berpendapat bahwa dlama ruang kelas terbuka maka guru bukan sebagai pengawas
siswanya melainkan membantu mereka agar dapat membuat keputusan dan mengejar
apa yang menjadikannya tertarik.
KONSTRUKTIFISME
Konstruktifisme
dalam memahami pengetahuan berdasarkan pengumpulan dari pengalaman dan
pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Suatu pengetahuan baru
akan didapatkan seorang anak melalui pengalaman-pengalaman yang didapatkannya.
Konsep-konsep umum:
1. Peserta didik aktif membina
pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang sudah ada.
2. Seseorang membina pengetahuannya dengan
cara membandingkan informasi yang baru didapatkannya dengan pengalaman yang
sudah dimiliki sebelumnya.
3. Peserta didik membangun sendiri
pengetahuannya.
Sumber: George R. Knight, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: CDIE bekerjasam dengan Gama Media, 2007.
Komentar
Posting Komentar